Showing posts with label Cinta. Show all posts
Showing posts with label Cinta. Show all posts

Landas ....





Gerai panjang
Ditelusuri kakinya
Elak dan gelengan kecil
Pada jawabannya tanpa suara
Mengatakan apa yang tidak
Juga bukan maunya
agar keberangkatannya
tidak punya kesia-siaan
Apa yang dapat dibawanya
Gerbong pengangkut
dicari pada jalannya yang berbantal
Lekuk-lekuk kaki langit
Kanvas tanpa batas manunggalnya
pijakan menjejak kebebasan
Bingkai sejarah sepatah arang
merebah dengan bisunya kisah
Gada langit hanya berserah
pada lompatan-lompatan tatah bertuah
pemilik lembah...
pun menggeleng tanpa bantah
disimpan rapat sudah semua pepatah
larut aliran sungai itu
diujung larinya nyanyian meludahkan
campuran debu dan cucuran keringat
....... 

Cumbu Kemiri




Menghantar cerita malam ini
Seluas sudutnya belantara yang memiliki 
Hitungan rentang tanpa berbatas oleh depaan yang kau punya
Saat bentangan tanganmu mengeja setiap aksara yang sekonyong datang
juga sekonyong pergi begitu saja di hadapanmu,,,,ini mungkin untukmu 
yang terkadang merasa delilit seakan dibelenggu kekonyolan aturan
Tinggikan arahmu sejenak ke arah terbenamnya mentari
sesaat merasakan betapa kebebasan mungkin tersisa
disana.....

Kuajak mata mengerti
Tentangnya yang bertangan keriput
Menyambang tempat berjatuhan buah-buah bercangkang
menjadi penambah pengisi keranjang 
Berselempang menaut erat pada badannya
Berkeringat juga bercampur lumpur 
Kubangan berpematang serta lempung sepanjang
jalan curam yang dilewatinya
di sana .....

Bukan tempat batu tua meremukkan
Lapisan terkeras 
Mengarah segumpal halusnya isi terdalam
Gubuk berasap peneduh langit malam
dipilihnya cerita itu seraya mendekatkan
badan yang mengurus sejangkau hangat perapian
Dentuman demi dentuman
tak lain nyanyian bebatuan yang berbentur
disekat meranannya keperkasaan cangkang terbaik
yang terpisah dari keutuhan cerah isinya....
Getaran itu membangunkan
cicak-cicak yang melu-malu bersembunyi
juga seakan kian malu menjulurkan lidah
saat mangsa kecil berlalu dihadapannya....
Lama duduk cerita terbawa pada keranjang kecil
mengumpul dalam pilahan sesuka tangan melempar

....
sepi
malam terlewati
mengundang tanya pungguk
kepada bulan yang diseluti awan gelap
segelap malam itu bercerita tentangnya
kepulan berbeda datang oleh keaslian bau
periuk tanah memanas merekahkan kuah
kini telah raib  bola-bola berisi itu
Tangan itu meraih sebelum mata terbuka
memberikan kisah
Lumat tanpa suara gundah hati malu bertanya
keingintahuan akan semakin memperdaya
perasaan tertinggalnya menyambut datangnya
suasana pagi yang telah lama sekali
ingin dimengerti secara dekat dengan matanya....
Satu yang dirasa
Satu yang diingin...
Kembali ia diam meneruskan
Tutur tua itu tak sebanyak harapan
Umbar senyuman disela alakadar sajian
Hanya jadi sepotong mimpi seperti dongeng
menghantar tidur
kekasih jiwanya yang didamba ada di dekatnya .....



Pengali



Mereka itu
teman kita semua
seperti yang kau tahu
mereka sangat tahu sekali
Aku juga menganggapmu
karena engkau sudah membuktikan
melipat gandakan banyak hal
pengetahuan yang bermanfaat
yang sedikit tentu saja berubah
namanya bukan mengurangi
melainkan melipatkan jadi banyak
Membanggakan itu pasti bagi mereka

Mungkin suatau saat nanti
ada yang baru menyadari
Pengaruh yang ada itu
tidak kehilangan yang ada di akhir
tetapi mendapatkan lagi yang lain

Tak ada larangan
atau pun pertanda yang jelas
Bahwa engkau tidak boleh datang
atau melalui jalan sempit itu
Namun mereka yang mencuri
datang lewat sesukanya
juga mengambil yang bukan
menjadi haknya begitu cerita
bukan untuk membuat takut
tapi untuk membuat mereka mengerti



Anggukan



Aku memelukmu
Karena engkau layak mendapatkan
Bukan tanpa tujuan dudukmu
Laksana pengangguran apalagi ....
Disebut sepadan dengan gelandangan
Bukan meninggalkan
Apalagi berlari dari masalah
Namun dengan bangga
Engkau tetap berpakaian
Rasa hormat tanpa dielukan
Oleh keramaian yang merasa
Memiliki haknya merdeka 





Gombal!

tertunduk
malu mengatakan
ceplos katanya memedas
gombal terdengar
dipilih sebagai gambar
sebuah perasaan
gelora rasa tidak percaya
bahwa ada
marah ditemani gelisah
menunggu
datangnya kepastian
jika belum menjadi
sebuah keberhasilan....
teman
yang membingungkan hati...

Berjumpa


Ini kah kebetulan?
Kekuatan yang seadannya
Tidak kuartikan dalam sisa-sisa belaka
Lanjut  atau hanya berhenti di sini saja
Tulang-tulang hingga kulit pembalut
Membalut disatu gerak mengurat
Mendorong keinginan mengubah arah

Memandang dengan diam
Dihentikan kusamnya langit berawan
Tak mungkin tangan meninggi mengusap
Gelap dan kelabunya penutup birunya
Langit pagi yang telah berubah warna


Tanda itu tidak ada
Mengharuskan untuk menemukanmu
Sesegera dan seinginnya hati perindu
Sesaat tiba dari samping tanpa terduga
Selembar daun yang menggugurkan sapa

Cara bicara itu pohon
Mengerti diri yang termangu
Menanti sebuah makna perjumpaan
Yang dinantikan dari dalamnya hati cinta
Walau bagai telah tertutup rapat kini mengerti.


Menanti Naik



Cara memandangmu jauh berbalik dari frontal
Menggambarkan jarak pemikiran diangkasa jelajahmu
Apalagi gambaran bocah superaktif nan terhambat
Dilipat keaslian merekahnya bibir yang terumbar
Ditekan hasrat mengikuti cerita sudut-sudut  jaman
Sebagimana kebanyakan harga diri hingga dipertaruhkan
Tumpu pangkal lengan telah terbuka dan bersiap
Tanpa dinding menghadap kemana mentari datang
Tanpa menggenggam apa pun jua terbuka telapakmu
Seperti kehangatan darah mengalir hingga ujung jarimu
Perputaran merangkai turun memutarkan bentuk
Gambaran pijakan terdalam tanpa kasat menopangmu
Ikatan dirimu mengencangkan sisi-sisi mengutuhkan semu
Keterpautan langkah pujaanmu terkait dalam telut
Kelengkapan pasang bersisik mengayuhkan kayuh tajam
Lewat dari tungkai sudah jauh hingga bernama pasang
Saat itu kayuh kau ayun dengan seluruh desah tenaga
Lima jari mengikat genggam dalam irama gelombang bernyanyi.

 =   ==  ==  =
oHm#7fix5her

Bukan Kursi


Meraba segala kebersamaan kita
Pandangan miring tereja jua
Seolah-seolah mayaku tertutup
Rekat hanya pada untung

Diam diam telisik pada secarik
Hampiri goresan tampak serupa
Menyelinap ingatan bagai sepadan
Mengantar dengar satunya arah

Lapar bukan kelakar lagi
Berjaga mereka bagai masaku
Penuh cerita juang mengemban amanat
Cita tetua bangsa tak kan sia-sia

Kirim raga ini pernah mendekat
Hangat hanya didamba dibalik pagar
Tetap masih tegar lilitan duri
Terjaga walau kantuk dan lelah

Tak diam mata dalam siaga
Menjadi selimut mereka malam itu
Kusembunyikan mataku yang mulai
Berkaca-kaca penuh iba dan sayang
Lalu kutinggalkan mereka usai kubagikan
Nasi bungkus dan minuman penghangat
Tak satu pun engkau semua mengenaliku

Aku tak banggakan hanya sebuah kursi
Ditempat itu,
Ditempat dimana pernah engkau kumaki
Dengan kata kasar monyet dan sejenisnya
Aku hanya harus berada di sana...
Bukan untuk aku...
Untuk kita dan aku tak bisa menolak
..


Denganmu


Ketika dingin kita rasakan
Dalam langkah kita
Meniti suasana fajar
Kita terpana pada indahnya
Bunga -bunga rumput dan ilalang
Kita nyaris terpeleset dibuatnya
Lembab titian yang kita lalui
Kita terus melangkah menghangatkan
Badan kita menyongsong hari cerah
Engkau telah banyak memberi
Cara dan semangat yang hidup
Engkau memilih caramu dengan indah
Juga beragam dan banyak disukai
Tanpa terasa menit demi menit mengalir
Tanpa ragu kau buka selalu ruangmu
Untuk setiap sapa yang mendekat
Tanpa ingin membuat sekat dan batas
Yang memisahkan kebersamaan dapat
Tercemar beriring waktu yang  tak terduga oleh kita semua.


TONTON



Alun-alun menjadi landas akhir kita pernah berpisah dalam keharuan ditengah bising malam yang berangsur mendingin diguyur gerimis yang  semakin mengencang menderas telah menjadi usang bagi kita untuk dikenang lagi.
Namun ujung-ujung lidah itu datang mengatasnamakan kuasa tak bernama menyalakkan suaramu beriring legam gundala bergambar maksiat cecurut-cecurut menggerayangi seisi comberan perkotaan.
Tunduk seraut wajah enggan beranjak mengeja nafas terdalamnya bak sedang mengais beribu mantra yang telah usang dan lama ditinggalkan. Tunduk kerentaan itu mengusap keriput tanpa geming atau memiringkan pandangan pada sapa pengundang bagai tak dikenalnya lagi.
Utuh tanpa apa lagi ingin dibuat agar kerasnya benturan-benturan itu diberi arti tak lebih dari sejarah penyumbang penyakit dan derita yang digoreskan panjangnya pahit pertempuran memperebutkan cinta.
Nanti atau esok sekerumun penanti jawab mendaras puja bagai kecewa kala pandangan itu membalik arah tuju yang tanpa pernah diduga oleh semua pujangga dan pemantra yang hinggap pada kuasa pemangku titah.
Tempat dimana engkau bertemu penjagamu yang tak akan pernah berada di depanmu tanpa ada titah dan kuasa yang hanya diperuntukkan dalam wejanganmu yang sangat sakral dan istimewa itu.
Umbarlah segala niat baik dimana kamu telah membulatkan tekat termurnimu dari kedalaman rasamu tanpa menyebut penuang tinta ini memang tertuju padamu yang dengan atau tanpa tujuan telah menalikan arah mata pada salah satu bagian maksudnya.
Nampak sambil lalu dan tanpa tuju yang kau buat hingga pada bagian kata apa pun engkau telah tertuju, sebenarnya engkau tidaklah sedang melihat bagian yang bukan benar dari dirimu yang sebenarnya.
Jauh dan dari ketinggian bayang masa lalu yang masih  kau simpan tidak seutuhnya akan membebaskan cengkerang bayang yang menyelimuti dan terkadang mengungkung langkah dan jalan pikirmu.
Ini adalah suara kebebasan yang tak usah pikiran kecilmu mengeja jawab dan ingin murka tanpa sebab yang akan menyianyiakan tenaga terbaikmu hingga malam semakin larut dan gelap membawamu semakin tak mengerti cara memberi jawab yang berarti.
Nuansa yang tercipta akan beriring utuh menyatu menghmpirimu dalam pesan dan jawab diremang kejauhan terlepas dari cara pertempuran usang tak terwariskan dengan sendirinya untuk mengobati kepiluan kesendirian di tempat asing dan keras bagi kehidupan para penerus itu.
Embun-embun mungkin akan meneteskan bukan hanya air dingin dan sejuk seperti kita pernah menghisapnya menjadi pelepas dahaga kita kala itu namun deras arah guyur bisa dibuat melebihi yang lain tanpa harus lagi bertanding kuat kanuragan hingga berdarah-darah demi sesumber yang menghentikan sesumbar para pendekar yang mangkir dari mimbar penguasa langit.
Simpan jawabanmu ditempat yang paling dalam karena tuangan ini akan mererima dengan sendirinya kumuran semu yang membius cara berpikirmu yang telah tercemar oleh jaman yang memutarbalikkanmu.
Isi saja setiap rongga-rongga langkahmu dengan kenyamananmu yang bertaut dengan kenyataan terdekat tanpa harus membalikkan pemikiran terlalu jauh dipenuhi prasangka sendiri yang menyesat.
Sebatas apa barisan cerita jauh berpisah tak ada dalam baris pandang yang dapt engkau mengerti sejatinya karena langit ini tanpa batas haruslah bercerita demikian hingga semesta tak boleh menjadi cerita diam tanpa kutub dan jenis dimana setiap mata mampu membeda arang langkah.

special 4 u

masih 
Antara 
Nada
Serbia
Oh
Orang 
Orang
Rintik 
Mau

Ingat 
Nampak 
Noktah 
Elok 
Senandung 

So Jalan 
Akur 
Harmony

Pantas 
Titip 
Asa 
Untai 
Bawa 
Rindu 

Tidak 
Dendam 
Alibi
Angguk 
Mengerti 
Niat 

Rebahan



Rebahan

Kini mungkin dapat sedikit kucoba
Memulai menuang lukisannya dalam rangkai rasa
Hati yang jauh meniti perjalanannya yang melelahkan
Walau tak seutuhnya kata-kata ini mampu mengungkapkan
Setidaknya dapat menjadi obat dan pengurang dahaganya.
Tidak dalam keyakinan sama tepat dengan yang dirasakannya
Namun atas nama besarnya dian yang menerangi sahabat hati
Pernah bersama-sama dan saling memberi arti juga  menguatkan
Taatkala ia melewati gerbang yang ditujunya tampak jelas
Wajahnya begitu penuh kelegaan apalagi saat mereka bersama
Yang diantarnya pun turun serta dalam suasana bersambut hangat.
Tak sesegera yang lain ia melangkah masuk ke dalam
Ia memilih membebaskan kaki-kakinya duduk dibawah
Diluruskan kedua kakinya diatas tanah berumput hijau
Lalu ia rebahkan lelah badanya diatas rerumputan itu
Lega hatinya digambarnya dengan nafasnya dan tangannya
Yang dibukanya mengatakan jeda rasa yang bebas sekali.
Nanti!
Ia singkat membalas ajakan yang lain untuk segera masuk
Rileks dan tenang ia biarkan matanya menatap langit
Yang hari itu cerah dan birunya hampir penuh jadi warnanya
Hanya sedikit garis-garis putih sedikit di sisi baratlaut
Seperti lukisan anak-anak bermain semprotan pewarna
Yang mengidolakan rasa senangnya bermain bersama teman
Melebih seperti apa yang bisa mereka buat dan gambarkan. 
Siapa gerangan ia
Yang rela membawa berpasang-pasang mata
Ketempat jauh dengan senang tanpa pernah
Didengar dari mulutnya terucap kesah dan keluh
Seperti tak penting darimana asal orang sepertinya
Setinggi apa pendidikannya namun rasa percayaanya mereka
Sudah tumbuh, lekat menyamankan semua dalam cara yang tulus
Mereka saling bersapa yang bukan merupakan sebuah drama belaka.

Melihat Sisi Lain

Nekat sih bukan
Masih selalu ada waktu
Kita melihat keindahan
Tambah hari beda cara
Semakin indah seperti harapan
Cinta kita yang pernah hidup.


Berdiam di Halaman



Tanpa sepatah kata
Anak kecil itu beranjak dari pintu rumah
Duduk di halaman di bawah pohon rindang
Sesaat matanya berkeliling lalu menatap ke atas
Mengamati daun-daun yang meneduhkannya
Taman depan rumah yang penuh kenangan
Indah bersama keluarga dan teman-teman

Memang tak ada yang berubah
Desir angin membelai sama sejuknya
Pasir dan tanah setia menjadi alas
Hanya sedikit pagar-pagar hijau
yang pernah ada disana-sini telah berkurang
Kini wjud berganti tembok-tembok tebal yang kekar itu

Walau belum cukup usia
Untuk dikatakan dewasa
Jeda dan rentang putaran waktu
Telah mampu membeda cerita
Mimik dan raut wajahnya
Menyentuh kedalaman perasaan
Bagi siapa yang menatapnya

Nanti  atau kapan bukan kemustahilan
Esok atau lusa hanyalan ukuran waktu kita
Mungkin kita bersama akan terpana dan kagum
Atas apa yang telah dan akan dibuat oleh cinta kita.

Fungsi


Matanya sedikit terbuka dan mengarahkan tanya
Memastikan kesiapannya belia yang duduk diseberang meja tua tanpa ukiran itu.

"Ya..., itu dia. Kata itu yang ingin kupastikan. Yakni fungsi." seperti hanya sebuah dongeng bocah itu tak mengedipkan mata dan menyela semua tuturnya tentang kata itu. Kata yang menjadi ringan dan sederhana dibuat dengan kesederhanaannya bicara.

Fungsi yang dikisah jauh dari kerumitan angka-angka berumus dan berbelit di kepenatan pikir mencari keakuratan hitung. Ia seperti menuntun  sibelia bak meniti lorong-lorong permainan keseharian yang menggembirakan.

Seloroh dan goda tanya ia miliki terkadang sering memiringkan imaginasi dan menggiring tendensi dan tanpa sadar membalikkan arah pikir yang mencengangkan seperti kisahnya tentang jamur yang sangat lezat hingga yang bau hingga memabukkan.

Kegunaan hanya menjadi cerita singkat disela seruput kopi hangat dan kebulan cerutunya yang terkadang kepulannya menggelitik ruangan juga penghuninya.

Dalan Anyar


Terkikis Jaman

 

Terdahulu pernah ditimbang

Oleh pikiran tanpa dibuat panjang

Sebatas untuk mengatakan ada yang terjadi

Tanpa ekspresi berlebih menimbalkan jawab

Memang ku tak tahu semuanya tentang itu

Dan untuk upa pula sebanyak tahu disimpan

 

Kisah sketsa lukisan sayang dibuang

Hanyak seperti dengung sayap nyamuk

Ditelinga saja ia berada lalu menghilang

Menyudahi atau sekedar menunda baginya

Tak perlu merisau keadaan yang nyata

 

Jaman terlalu pendek

Yang jadi bagian kita

Boleh menjadi saksi

Adanya cerita masa lampau

Bagi generasi yang mendatang

 

Kata siapa jaman sudah bergeser

Yang sudah tak lagi butuh kata

Kata siapa wajah tidak bisa berubah

Jika nyata semua orang bisa meraba

Pertambahan keriput diri dan orang disekitar

Dan jaman tak akan mengikisnya hingga hilang

Jaman tidak mengikis apa pun dari antara kita

Walau itu bukan bagian dari sebuah sanggah

 

Wejangan tanpa logika

Pemuda cemberut dipelintir sulit

Cara pikir yang membutuh umur

Totokan jurus terbaik pun tak kan menghantar

Menunda hanya sebilah penghalusan

Jaman dan gaman diiring cerdasnya batas

Tanpa harus menyekat gunung bercadas

Eksistensi bertanya lagi tentang keadaban

Kepada semua yang meneriakkan keadilan

Bukan pada tikar tempatnya duduk bersila

 

Barang siapa itu menggadai penghias telinga demi selubung keuntungan sendiri

Tak mampukah membeda lagi gemerisik kering tikar tua yang jadi tumpuan atau batu keras hingga berlubang yang jadi alas tumpunya.

 


Seringai Senja




Membuai cerita pujangga datang
saat senja beranjak 
Melabuhkan hatinya pada sandaran itu
Impian pernah dilukisnya dalam diam
dan senyap segulita malam tanpa penerang

Seekor induk laba-laba menanti
Hanya terdiam diujung benang
Lilit panjang memutar jaring
Dibuatnya lama dalam putaran
Untuknya bersarang dan meminang
kudapan yang sesekali datang
untuknya memberi rasa kenyang

Tak kueja keluhnya dalam penantian
Kecuali nyanyian sayap-sayap kecil
Yang datang mendekati persinggahannya
Tak pula kulihat geraknya karenanya
Karena ia lebih mengerti jangkauannya
Untuk membiarkannya berlalu lalang
Disekitarnya atau merapat hingga merekat
Dan menjadi bagian dari menunya

Berkisah induk lain
Yang memasuki istana manusia
Memilih membuat sarang-sarang
Dikealphaan pandang penghuninya
Sengat getaran tinggi berpercik api
Terkadang mendahului memangsa miliknya
Manusia berebut dengan caranya sendiri
Asap dan semburan embun beracun
pun menjatuhkan jatah makannya
sebelum sayapnya mencapai jaring
panjang yang lama dibuatnya
Induk laba-laba itu pun
tak meneriakkan keluhnya
Anak-anaknya pun tidak
Mereka tetap merambat
pada benang-benang kecil
disudut ruang-ruang terjauh
dari keramaian menanti bagian
dari alam yang pasti menyediakan
janji kehidupan sebelum setiap telur-telur
menetas dan kaki-kaki kecil merambati
setiap putaran jaring-jaring penyangga menunya.

Alur Jaman


Seumpama ini sebagai selembar daun
Yang jatuh di tempat yang sangat dekat dengan keberadaanmu, dipangkuanmu, atau di tanganmu sendiri
Akan kaujadikan atau kau anggap apa saja
Sesuka hatimu silahkan ....
Huruf ini tak akan melompat atau menari-menari berubah menjadi kata lain yang mungkin bisa membingungkan
Ia akan tetap diam..  Di sini apa adanya
Ia hanya huruf-huruf yang menjadi saksi diam atas perubahanmu membelokkan dan memiringkan pikiranmu sendiri
Ia tidak mungkin menggonggong siasatmu yang tersembunyi  entah sedalam apa tersimpan
Setiap alur maksud yang kau bentuk detik demi detik baginya adalah ruang lesung  kehampaan
Namun ia pun setia pada hal yang melebihi bentuk
nyata... dari ragam yang tampak dan teraba
Ia tanpa sisa menyimpan semua eja cara
Yang telah kau bentuk
Kelak akan ada ruang budi semanis damba setiap insan tersapa kembali setiap kebaikan dengan ketulusan yang datang
Mendekat tanpa ragu ...

MENELAN TANGIS


Pexels.com
Arakan makhluk tak berbentuk
mereka lukisan cahaya usai
menenggelamkan
Isak tangis  seluruh penghuni
tak kuasa membuka mata 
menatap genangan
Surut  meredup curah  basah
menggurah  pandang memudar
dalam  kelaparan
Untai sisa ranting terakhir terjulur 
bersambut gigi berebut rakus
mengunyah
Bahasa tangis dan takut  histeris
merendam laju dalam pusaran
air membumi
Teriakan bayi-bayi binatang terlahir
dalam pengap berhimpit tak kuasa
mereda rasa
Empat kaki binatang perkasa 
berpasang dalam panjang barisan 
menyembul menahan kering dan
perih panjangnya leher ingin
mengecap sisa genangan
Raja di atas segala makhluk
terbebas tak tampak memilah
bangkai membuang jauh dari
pandang penghuni .
Alam  tersenyum diakhir
genangan kisah mereka yang 
terus tak henti menyebut-nyebut
nama sang raja tertinggi pemberi
kuasa rimba kulit lumut pohon
dinding karang dan semesta
berbaur telah terlewati.


Eb1413’14042016

"Bayangan"




Ada di siini
Dituang dalam sepi hati
Relung rasa yang tersapu
Oleh sapa lembut diuntai senyum
Cahaya rembulan menampak sipu.

Riak-riak air permukaan
Yang menjadi semakin terasa
Hempas mendinginkan setiap percikan
Memaniskan sipu sinar langit
Kendati suaranya bungkam

Suara camar pun
Berangsur jauh menghilang
Laksana turut menepi diujung barat
Namun nyanyian senyap pemangsa
Semakin terasa semakin mendekat.

Ia meriuhkan beranda langit
Disela deburan dan percikan
Bayanganmu tetap saja ada
Tanpa pernah kedatangan gelap
Membuat engkau murni menghilang.

Bentuk Sesaat...

Diambilnya dua lembar daun  Di pinggir telaga  Bening di musim ini  Seraya membiarkan kedua kakinya  Terjuntai di dalam air  Kedua tanganya ...