Landas ....
Cumbu Kemiri
Pengali
Anggukan
Gombal!
Berjumpa
Ini kah kebetulan?
Kekuatan yang seadannya
Tidak kuartikan dalam sisa-sisa belaka
Lanjut atau hanya berhenti di sini saja
Tulang-tulang hingga kulit pembalut
Membalut disatu gerak mengurat
Mendorong keinginan mengubah arah
Memandang dengan diam
Dihentikan kusamnya langit berawan
Tak mungkin tangan meninggi mengusap
Gelap dan kelabunya penutup birunya
Langit pagi yang telah berubah warna
Tanda itu tidak ada
Mengharuskan untuk menemukanmu
Sesegera dan seinginnya hati perindu
Sesaat tiba dari samping tanpa terduga
Selembar daun yang menggugurkan sapa
Cara bicara itu pohon
Mengerti diri yang termangu
Menanti sebuah makna perjumpaan
Yang dinantikan dari dalamnya hati cinta
Walau bagai telah tertutup rapat kini mengerti.
Menanti Naik
Bukan Kursi
Meraba segala kebersamaan kita
Pandangan miring tereja jua
Seolah-seolah mayaku tertutup
Rekat hanya pada untung
Diam diam telisik pada secarik
Hampiri goresan tampak serupa
Menyelinap ingatan bagai sepadan
Mengantar dengar satunya arah
Lapar bukan kelakar lagi
Berjaga mereka bagai masaku
Penuh cerita juang mengemban amanat
Cita tetua bangsa tak kan sia-sia
Kirim raga ini pernah mendekat
Hangat hanya didamba dibalik pagar
Tetap masih tegar lilitan duri
Terjaga walau kantuk dan lelah
Tak diam mata dalam siaga
Menjadi selimut mereka malam itu
Kusembunyikan mataku yang mulai
Berkaca-kaca penuh iba dan sayang
Lalu kutinggalkan mereka usai kubagikan
Nasi bungkus dan minuman penghangat
Tak satu pun engkau semua mengenaliku
Aku tak banggakan hanya sebuah kursi
Ditempat itu,
Ditempat dimana pernah engkau kumaki
Dengan kata kasar monyet dan sejenisnya
Aku hanya harus berada di sana...
Bukan untuk aku...
Untuk kita dan aku tak bisa menolak
..
Denganmu
Ketika dingin kita rasakan
Dalam langkah kita
Meniti suasana fajar
Kita terpana pada indahnya
Bunga -bunga rumput dan ilalang
Kita nyaris terpeleset dibuatnya
Lembab titian yang kita lalui
Kita terus melangkah menghangatkan
Badan kita menyongsong hari cerah
Engkau telah banyak memberi
Cara dan semangat yang hidup
Engkau memilih caramu dengan indah
Juga beragam dan banyak disukai
Tanpa terasa menit demi menit mengalir
Tanpa ragu kau buka selalu ruangmu
Untuk setiap sapa yang mendekat
Tanpa ingin membuat sekat dan batas
Yang memisahkan kebersamaan dapat
Tercemar beriring waktu yang tak terduga oleh kita semua.
TONTON
special 4 u
Rebahan
Rebahan
Kini mungkin dapat sedikit kucoba
Memulai menuang lukisannya dalam rangkai rasa
Hati yang jauh meniti perjalanannya yang melelahkan
Walau tak seutuhnya kata-kata ini mampu mengungkapkan
Setidaknya dapat menjadi obat dan pengurang dahaganya.
Tidak dalam keyakinan sama tepat dengan yang dirasakannya
Namun atas nama besarnya dian yang menerangi sahabat hati
Pernah bersama-sama dan saling memberi arti juga menguatkan
Taatkala ia melewati gerbang yang ditujunya tampak jelas
Wajahnya begitu penuh kelegaan apalagi saat mereka bersama
Yang diantarnya pun turun serta dalam suasana bersambut hangat.
Tak sesegera yang lain ia melangkah masuk ke dalam
Ia memilih membebaskan kaki-kakinya duduk dibawah
Diluruskan kedua kakinya diatas tanah berumput hijau
Lalu ia rebahkan lelah badanya diatas rerumputan itu
Lega hatinya digambarnya dengan nafasnya dan tangannya
Yang dibukanya mengatakan jeda rasa yang bebas sekali.
Nanti!
Ia singkat membalas ajakan yang lain untuk segera masuk
Rileks dan tenang ia biarkan matanya menatap langit
Yang hari itu cerah dan birunya hampir penuh jadi warnanya
Hanya sedikit garis-garis putih sedikit di sisi baratlaut
Seperti lukisan anak-anak bermain semprotan pewarna
Yang mengidolakan rasa senangnya bermain bersama teman
Melebih seperti apa yang bisa mereka buat dan gambarkan.
Siapa gerangan ia
Yang rela membawa berpasang-pasang mata
Ketempat jauh dengan senang tanpa pernah
Didengar dari mulutnya terucap kesah dan keluh
Seperti tak penting darimana asal orang sepertinya
Setinggi apa pendidikannya namun rasa percayaanya mereka
Sudah tumbuh, lekat menyamankan semua dalam cara yang tulus
Mereka saling bersapa yang bukan merupakan sebuah drama belaka.
Melihat Sisi Lain
Masih selalu ada waktu
Kita melihat keindahan
Tambah hari beda cara
Semakin indah seperti harapan
Cinta kita yang pernah hidup.
Berdiam di Halaman
Tanpa sepatah kata Anak kecil itu beranjak dari pintu rumah Duduk di halaman di bawah pohon rindang Sesaat matanya berkeliling lalu menatap ke atas Mengamati daun-daun yang meneduhkannya Taman depan rumah yang penuh kenangan Indah bersama keluarga dan teman-teman Memang tak ada yang berubah Desir angin membelai sama sejuknya Pasir dan tanah setia menjadi alas Hanya sedikit pagar-pagar hijau yang pernah ada disana-sini telah berkurang Kini wjud berganti tembok-tembok tebal yang kekar itu Walau belum cukup usia Untuk dikatakan dewasa Jeda dan rentang putaran waktu Telah mampu membeda cerita Mimik dan raut wajahnya Menyentuh kedalaman perasaan Bagi siapa yang menatapnya Nanti atau kapan bukan kemustahilan Esok atau lusa hanyalan ukuran waktu kita Mungkin kita bersama akan terpana dan kagum Atas apa yang telah dan akan dibuat oleh cinta kita.
Fungsi
Matanya sedikit terbuka dan mengarahkan tanya
Memastikan kesiapannya belia yang duduk diseberang meja tua tanpa ukiran itu.
"Ya..., itu dia. Kata itu yang ingin kupastikan. Yakni fungsi." seperti hanya sebuah dongeng bocah itu tak mengedipkan mata dan menyela semua tuturnya tentang kata itu. Kata yang menjadi ringan dan sederhana dibuat dengan kesederhanaannya bicara.
Fungsi yang dikisah jauh dari kerumitan angka-angka berumus dan berbelit di kepenatan pikir mencari keakuratan hitung. Ia seperti menuntun sibelia bak meniti lorong-lorong permainan keseharian yang menggembirakan.
Seloroh dan goda tanya ia miliki terkadang sering memiringkan imaginasi dan menggiring tendensi dan tanpa sadar membalikkan arah pikir yang mencengangkan seperti kisahnya tentang jamur yang sangat lezat hingga yang bau hingga memabukkan.
Kegunaan hanya menjadi cerita singkat disela seruput kopi hangat dan kebulan cerutunya yang terkadang kepulannya menggelitik ruangan juga penghuninya.
Dalan Anyar
Terkikis Jaman
Terdahulu
pernah ditimbang
Oleh pikiran
tanpa dibuat panjang
Sebatas
untuk mengatakan ada yang terjadi
Tanpa
ekspresi berlebih menimbalkan jawab
Memang ku
tak tahu semuanya tentang itu
Dan untuk
upa pula sebanyak tahu disimpan
Kisah sketsa
lukisan sayang dibuang
Hanyak
seperti dengung sayap nyamuk
Ditelinga
saja ia berada lalu menghilang
Menyudahi
atau sekedar menunda baginya
Tak perlu
merisau keadaan yang nyata
Jaman
terlalu pendek
Yang jadi
bagian kita
Boleh
menjadi saksi
Adanya cerita
masa lampau
Bagi
generasi yang mendatang
Kata siapa
jaman sudah bergeser
Yang sudah
tak lagi butuh kata
Kata siapa
wajah tidak bisa berubah
Jika nyata
semua orang bisa meraba
Pertambahan
keriput diri dan orang disekitar
Dan jaman
tak akan mengikisnya hingga hilang
Jaman tidak
mengikis apa pun dari antara kita
Walau itu
bukan bagian dari sebuah sanggah
Wejangan
tanpa logika
Pemuda
cemberut dipelintir sulit
Cara pikir
yang membutuh umur
Totokan
jurus terbaik pun tak kan menghantar
Menunda
hanya sebilah penghalusan
Jaman dan
gaman diiring cerdasnya batas
Tanpa harus
menyekat gunung bercadas
Eksistensi
bertanya lagi tentang keadaban
Kepada semua
yang meneriakkan keadilan
Bukan pada
tikar tempatnya duduk bersila
Barang siapa
itu menggadai penghias telinga demi selubung keuntungan sendiri
Tak mampukah
membeda lagi gemerisik kering tikar tua yang jadi tumpuan atau batu keras
hingga berlubang yang jadi alas tumpunya.
Seringai Senja
Alur Jaman
Seumpama ini sebagai selembar daun
Yang jatuh di tempat yang sangat dekat dengan keberadaanmu, dipangkuanmu, atau di tanganmu sendiri
Akan kaujadikan atau kau anggap apa saja
Sesuka hatimu silahkan ....
Huruf ini tak akan melompat atau menari-menari berubah menjadi kata lain yang mungkin bisa membingungkan
Ia akan tetap diam.. Di sini apa adanya
Ia hanya huruf-huruf yang menjadi saksi diam atas perubahanmu membelokkan dan memiringkan pikiranmu sendiri
Ia tidak mungkin menggonggong siasatmu yang tersembunyi entah sedalam apa tersimpan
Setiap alur maksud yang kau bentuk detik demi detik baginya adalah ruang lesung kehampaan
Namun ia pun setia pada hal yang melebihi bentuk
nyata... dari ragam yang tampak dan teraba
Ia tanpa sisa menyimpan semua eja cara
Yang telah kau bentuk
Kelak akan ada ruang budi semanis damba setiap insan tersapa kembali setiap kebaikan dengan ketulusan yang datang
Mendekat tanpa ragu ...
MENELAN TANGIS
mereka lukisan cahaya usai
menenggelamkan
tak kuasa membuka mata
menatap genangan
menggurah pandang memudar
dalam kelaparan
bersambut gigi berebut rakus
mengunyah
merendam laju dalam pusaran
air membumi
dalam pengap berhimpit tak kuasa
mereda rasa
berpasang dalam panjang barisan
menyembul menahan kering dan
perih panjangnya leher ingin
mengecap sisa genangan
terbebas tak tampak memilah
bangkai membuang jauh dari
pandang penghuni .
genangan kisah mereka yang
terus tak henti menyebut-nyebut
nama sang raja tertinggi pemberi
kuasa rimba kulit lumut pohon
dinding karang dan semesta
berbaur telah terlewati.
"Bayangan"
Bentuk Sesaat...
Diambilnya dua lembar daun Di pinggir telaga Bening di musim ini Seraya membiarkan kedua kakinya Terjuntai di dalam air Kedua tanganya ...

-
Engkau yang pernah Datang memberi sapa Untuk siapa mungkin lupa Apakah masih mengenang Ia tidak diam dan melupakanmu Juga ia tidak...
-
Ketika Melihat Engkau : Tertegun Diam tanpa bayanganmu Harus bicara Kugambar dikertas kecil Kucoret corat sketsa arah Lompat kecil jari...
-
Terbahak-bahak mereka sejadinya, Memandang penuh girang, sebagian juga sampai terbelalak. Seolah mendapat hiburan yang tanpa mereka pernah ...