Showing posts with label Cerita. Show all posts
Showing posts with label Cerita. Show all posts

Kuncup




Embun menyapa paginya 

Agar berseri keadaan baru 

Rasa yang dingin menjadi cerita musim 

Yang tidak bisa ditawar datang selalu 

Memutar bergantian 

Sebelum ia tumbuh di sana 

Sentuhan dinginnya 

Tetap tidak memekarkannya 

Kelak hanya pada saatnya 

Keluar keindahan warna aslinya 

Untuk semua yang mengarahkan

Pandangan kepadanya punya cerita.


Cumbu Kemiri




Menghantar cerita malam ini
Seluas sudutnya belantara yang memiliki 
Hitungan rentang tanpa berbatas oleh depaan yang kau punya
Saat bentangan tanganmu mengeja setiap aksara yang sekonyong datang
juga sekonyong pergi begitu saja di hadapanmu,,,,ini mungkin untukmu 
yang terkadang merasa delilit seakan dibelenggu kekonyolan aturan
Tinggikan arahmu sejenak ke arah terbenamnya mentari
sesaat merasakan betapa kebebasan mungkin tersisa
disana.....

Kuajak mata mengerti
Tentangnya yang bertangan keriput
Menyambang tempat berjatuhan buah-buah bercangkang
menjadi penambah pengisi keranjang 
Berselempang menaut erat pada badannya
Berkeringat juga bercampur lumpur 
Kubangan berpematang serta lempung sepanjang
jalan curam yang dilewatinya
di sana .....

Bukan tempat batu tua meremukkan
Lapisan terkeras 
Mengarah segumpal halusnya isi terdalam
Gubuk berasap peneduh langit malam
dipilihnya cerita itu seraya mendekatkan
badan yang mengurus sejangkau hangat perapian
Dentuman demi dentuman
tak lain nyanyian bebatuan yang berbentur
disekat meranannya keperkasaan cangkang terbaik
yang terpisah dari keutuhan cerah isinya....
Getaran itu membangunkan
cicak-cicak yang melu-malu bersembunyi
juga seakan kian malu menjulurkan lidah
saat mangsa kecil berlalu dihadapannya....
Lama duduk cerita terbawa pada keranjang kecil
mengumpul dalam pilahan sesuka tangan melempar

....
sepi
malam terlewati
mengundang tanya pungguk
kepada bulan yang diseluti awan gelap
segelap malam itu bercerita tentangnya
kepulan berbeda datang oleh keaslian bau
periuk tanah memanas merekahkan kuah
kini telah raib  bola-bola berisi itu
Tangan itu meraih sebelum mata terbuka
memberikan kisah
Lumat tanpa suara gundah hati malu bertanya
keingintahuan akan semakin memperdaya
perasaan tertinggalnya menyambut datangnya
suasana pagi yang telah lama sekali
ingin dimengerti secara dekat dengan matanya....
Satu yang dirasa
Satu yang diingin...
Kembali ia diam meneruskan
Tutur tua itu tak sebanyak harapan
Umbar senyuman disela alakadar sajian
Hanya jadi sepotong mimpi seperti dongeng
menghantar tidur
kekasih jiwanya yang didamba ada di dekatnya .....



Menanti Naik



Cara memandangmu jauh berbalik dari frontal
Menggambarkan jarak pemikiran diangkasa jelajahmu
Apalagi gambaran bocah superaktif nan terhambat
Dilipat keaslian merekahnya bibir yang terumbar
Ditekan hasrat mengikuti cerita sudut-sudut  jaman
Sebagimana kebanyakan harga diri hingga dipertaruhkan
Tumpu pangkal lengan telah terbuka dan bersiap
Tanpa dinding menghadap kemana mentari datang
Tanpa menggenggam apa pun jua terbuka telapakmu
Seperti kehangatan darah mengalir hingga ujung jarimu
Perputaran merangkai turun memutarkan bentuk
Gambaran pijakan terdalam tanpa kasat menopangmu
Ikatan dirimu mengencangkan sisi-sisi mengutuhkan semu
Keterpautan langkah pujaanmu terkait dalam telut
Kelengkapan pasang bersisik mengayuhkan kayuh tajam
Lewat dari tungkai sudah jauh hingga bernama pasang
Saat itu kayuh kau ayun dengan seluruh desah tenaga
Lima jari mengikat genggam dalam irama gelombang bernyanyi.

 =   ==  ==  =
oHm#7fix5her

TONTON



Alun-alun menjadi landas akhir kita pernah berpisah dalam keharuan ditengah bising malam yang berangsur mendingin diguyur gerimis yang  semakin mengencang menderas telah menjadi usang bagi kita untuk dikenang lagi.
Namun ujung-ujung lidah itu datang mengatasnamakan kuasa tak bernama menyalakkan suaramu beriring legam gundala bergambar maksiat cecurut-cecurut menggerayangi seisi comberan perkotaan.
Tunduk seraut wajah enggan beranjak mengeja nafas terdalamnya bak sedang mengais beribu mantra yang telah usang dan lama ditinggalkan. Tunduk kerentaan itu mengusap keriput tanpa geming atau memiringkan pandangan pada sapa pengundang bagai tak dikenalnya lagi.
Utuh tanpa apa lagi ingin dibuat agar kerasnya benturan-benturan itu diberi arti tak lebih dari sejarah penyumbang penyakit dan derita yang digoreskan panjangnya pahit pertempuran memperebutkan cinta.
Nanti atau esok sekerumun penanti jawab mendaras puja bagai kecewa kala pandangan itu membalik arah tuju yang tanpa pernah diduga oleh semua pujangga dan pemantra yang hinggap pada kuasa pemangku titah.
Tempat dimana engkau bertemu penjagamu yang tak akan pernah berada di depanmu tanpa ada titah dan kuasa yang hanya diperuntukkan dalam wejanganmu yang sangat sakral dan istimewa itu.
Umbarlah segala niat baik dimana kamu telah membulatkan tekat termurnimu dari kedalaman rasamu tanpa menyebut penuang tinta ini memang tertuju padamu yang dengan atau tanpa tujuan telah menalikan arah mata pada salah satu bagian maksudnya.
Nampak sambil lalu dan tanpa tuju yang kau buat hingga pada bagian kata apa pun engkau telah tertuju, sebenarnya engkau tidaklah sedang melihat bagian yang bukan benar dari dirimu yang sebenarnya.
Jauh dan dari ketinggian bayang masa lalu yang masih  kau simpan tidak seutuhnya akan membebaskan cengkerang bayang yang menyelimuti dan terkadang mengungkung langkah dan jalan pikirmu.
Ini adalah suara kebebasan yang tak usah pikiran kecilmu mengeja jawab dan ingin murka tanpa sebab yang akan menyianyiakan tenaga terbaikmu hingga malam semakin larut dan gelap membawamu semakin tak mengerti cara memberi jawab yang berarti.
Nuansa yang tercipta akan beriring utuh menyatu menghmpirimu dalam pesan dan jawab diremang kejauhan terlepas dari cara pertempuran usang tak terwariskan dengan sendirinya untuk mengobati kepiluan kesendirian di tempat asing dan keras bagi kehidupan para penerus itu.
Embun-embun mungkin akan meneteskan bukan hanya air dingin dan sejuk seperti kita pernah menghisapnya menjadi pelepas dahaga kita kala itu namun deras arah guyur bisa dibuat melebihi yang lain tanpa harus lagi bertanding kuat kanuragan hingga berdarah-darah demi sesumber yang menghentikan sesumbar para pendekar yang mangkir dari mimbar penguasa langit.
Simpan jawabanmu ditempat yang paling dalam karena tuangan ini akan mererima dengan sendirinya kumuran semu yang membius cara berpikirmu yang telah tercemar oleh jaman yang memutarbalikkanmu.
Isi saja setiap rongga-rongga langkahmu dengan kenyamananmu yang bertaut dengan kenyataan terdekat tanpa harus membalikkan pemikiran terlalu jauh dipenuhi prasangka sendiri yang menyesat.
Sebatas apa barisan cerita jauh berpisah tak ada dalam baris pandang yang dapt engkau mengerti sejatinya karena langit ini tanpa batas haruslah bercerita demikian hingga semesta tak boleh menjadi cerita diam tanpa kutub dan jenis dimana setiap mata mampu membeda arang langkah.

Seringai Senja




Membuai cerita pujangga datang
saat senja beranjak 
Melabuhkan hatinya pada sandaran itu
Impian pernah dilukisnya dalam diam
dan senyap segulita malam tanpa penerang

Seekor induk laba-laba menanti
Hanya terdiam diujung benang
Lilit panjang memutar jaring
Dibuatnya lama dalam putaran
Untuknya bersarang dan meminang
kudapan yang sesekali datang
untuknya memberi rasa kenyang

Tak kueja keluhnya dalam penantian
Kecuali nyanyian sayap-sayap kecil
Yang datang mendekati persinggahannya
Tak pula kulihat geraknya karenanya
Karena ia lebih mengerti jangkauannya
Untuk membiarkannya berlalu lalang
Disekitarnya atau merapat hingga merekat
Dan menjadi bagian dari menunya

Berkisah induk lain
Yang memasuki istana manusia
Memilih membuat sarang-sarang
Dikealphaan pandang penghuninya
Sengat getaran tinggi berpercik api
Terkadang mendahului memangsa miliknya
Manusia berebut dengan caranya sendiri
Asap dan semburan embun beracun
pun menjatuhkan jatah makannya
sebelum sayapnya mencapai jaring
panjang yang lama dibuatnya
Induk laba-laba itu pun
tak meneriakkan keluhnya
Anak-anaknya pun tidak
Mereka tetap merambat
pada benang-benang kecil
disudut ruang-ruang terjauh
dari keramaian menanti bagian
dari alam yang pasti menyediakan
janji kehidupan sebelum setiap telur-telur
menetas dan kaki-kaki kecil merambati
setiap putaran jaring-jaring penyangga menunya.

ada di Jaman Lampau



ada di Jaman Lampau

Berbaris perjaka-perjaka terpilih
Sudah berada pada tempat yang ditetapkan
Pusaka lekat pada telapaknya tergenggam
Pada hitungan yang ditabuhkan
Hujaman dan goresan mengarah indah
Mengukir keras batu-batu hitam
Membentuk lekuk dan lengkung-lengkung
Simbol-simbol penghias imaginasi
Menuntun jiwa menggerakkan rasa

Hati tak kan jemu
Walau berlama harus di jaman usang
Kala disana gadis-gadis manis
berkidung ritmis mengalunkan suara
Nan indah tetap setia menjaga kosmis
Wajah nan jelita bertubuh molek juga
Berbungkus kemben halus  nan tipis

Mata sang petualang enggan tertunduk
Bidikan matanya berpindah dijemari
Seperti tidak pernah ia peduli
Untuk siapa lagi seluruh goresan-goresan
yang semakin usang itu berada
Kanvas-kanvas menjadi saksi
Membisu
Yang tak punah bisa dimengerti

Lima dan lima



Berjumlah sama
Dengan jari-jari
Dua tangan kita
Jika dibuka semua

Bentuk Sesaat...

Diambilnya dua lembar daun  Di pinggir telaga  Bening di musim ini  Seraya membiarkan kedua kakinya  Terjuntai di dalam air  Kedua tanganya ...