Showing posts with label rindu. Show all posts
Showing posts with label rindu. Show all posts

Cumbu Kemiri




Menghantar cerita malam ini
Seluas sudutnya belantara yang memiliki 
Hitungan rentang tanpa berbatas oleh depaan yang kau punya
Saat bentangan tanganmu mengeja setiap aksara yang sekonyong datang
juga sekonyong pergi begitu saja di hadapanmu,,,,ini mungkin untukmu 
yang terkadang merasa delilit seakan dibelenggu kekonyolan aturan
Tinggikan arahmu sejenak ke arah terbenamnya mentari
sesaat merasakan betapa kebebasan mungkin tersisa
disana.....

Kuajak mata mengerti
Tentangnya yang bertangan keriput
Menyambang tempat berjatuhan buah-buah bercangkang
menjadi penambah pengisi keranjang 
Berselempang menaut erat pada badannya
Berkeringat juga bercampur lumpur 
Kubangan berpematang serta lempung sepanjang
jalan curam yang dilewatinya
di sana .....

Bukan tempat batu tua meremukkan
Lapisan terkeras 
Mengarah segumpal halusnya isi terdalam
Gubuk berasap peneduh langit malam
dipilihnya cerita itu seraya mendekatkan
badan yang mengurus sejangkau hangat perapian
Dentuman demi dentuman
tak lain nyanyian bebatuan yang berbentur
disekat meranannya keperkasaan cangkang terbaik
yang terpisah dari keutuhan cerah isinya....
Getaran itu membangunkan
cicak-cicak yang melu-malu bersembunyi
juga seakan kian malu menjulurkan lidah
saat mangsa kecil berlalu dihadapannya....
Lama duduk cerita terbawa pada keranjang kecil
mengumpul dalam pilahan sesuka tangan melempar

....
sepi
malam terlewati
mengundang tanya pungguk
kepada bulan yang diseluti awan gelap
segelap malam itu bercerita tentangnya
kepulan berbeda datang oleh keaslian bau
periuk tanah memanas merekahkan kuah
kini telah raib  bola-bola berisi itu
Tangan itu meraih sebelum mata terbuka
memberikan kisah
Lumat tanpa suara gundah hati malu bertanya
keingintahuan akan semakin memperdaya
perasaan tertinggalnya menyambut datangnya
suasana pagi yang telah lama sekali
ingin dimengerti secara dekat dengan matanya....
Satu yang dirasa
Satu yang diingin...
Kembali ia diam meneruskan
Tutur tua itu tak sebanyak harapan
Umbar senyuman disela alakadar sajian
Hanya jadi sepotong mimpi seperti dongeng
menghantar tidur
kekasih jiwanya yang didamba ada di dekatnya .....



Tinta Hati

 bulan itu


Sulit untuk bisa mengukur dan cerita tentang rasa
Rasa hati yang tak hanya dalam sebuah nama
Dekat melekat teraba dan mengalir dalam irama
Berpadu dalam ritme detak jantung dan nafas rindu
Lama sudah tinta menyapa hati yang tersenyum
Mendamba peluk dan tarian riang menghalau sepi

Sahabat hatiku...

Biarlah kerinduan ini memeluk sapa yang telah hadir
Bergulung-gulung liar tak henti bagai ombak samudra
Riuh dan gemuruh bagai belaian bayu yang menghampiri


Ruas-ruas

Ruas-ruas

seantero jauh tempuh
biarlah kata terurai
dengan putus sambung
sedapat kita melihat

hari terang dan gelap
sulit menjalinkan erat
setiap ruas perjalanan
mampu dengan seutuh rupa

Jauh dari elok keindahan
Yang selalu kau sajikan
Untuk dimengerti kebanyakan
Penyuka caramu yang luas

potongan bambu-bambu itu
lebih cocok menyerupa ini
ruas-ruas yang telah terpisah
pantaskanlah dengan indah dayamu.

Usilan Nyanyian Jalak




Larut pada pekat endapan di dasar sungai
Reka aksara susup menama dirinya dalam keruh
Sesempit ruang apalagi celah memberi rongga
Celah kohesi melarut seutuh angannya layang
Menjadi kemustahilan mata yang ingin menyusupkan
Pada legam dasar yang tak lagi menyisakan cinta
Rebah gelembung menampik dari balik dalam geram
Retak gemeratak menahan gelora dalam kungkungan
Keusilan taut menaut berantai siasat ganda tersirat
Tak pernah dibuat langkah luntur urungkan gemetar
Mengamat pada sekumpul belalak yang pernah terbuang
Dari pengertiannya letak dimana harus rebah meratap
Merenggut segala penutup usang yang dikoyakkan martabat
Direnggut kuasa angkara bersiasat makhluk bertangan dewa
Hak-hak dileburbalikkan kebebasan mengeruk hukum-hukumnya
Ini bukan keusilan jaman yang datang tanpa bicara pada dunia
Ini hanya segenggam nafsu yang dibumbu oleh culasnya bibir-bibir
Gatal dalam diam menukik pada kebebasan yang berseberang sarang
Tangan ini hanya menggenggam talu yang tak mampu berteriak lantang
Bisik kecil akan datang pada cara mata mengeja ejek pada diamnyanya jari
Membumikan ketidaklantangan yang kauduga tanpa nyali mendepankan depamu
mampu meraih kelemahanmu yang tersembunyi dalam sekali untuk menjadi tinggi
membubung tak tergapai oleh setiap tangan-tangan usil perindu murka
Kan tersaji kemolekan dari pergeseran yang telah jeli kau cipta lama
Kamu akan mendengar suara yang memanggil dengan cara yang dipilihnya
Dan akan segera pikiranmu tak lagi memberontak membuat pilihannya lagi
Jalan tak banyak kecuali titian-tian kecil tanpa bersisi keusilan merapat
Keutuhan pikir dan matamu kan beriring nafas menamai setiap tapakanmu di sana.

TAK TAMPAK

Rona  rembulan dibalik awan ingin memberi lukisan indah
Menggurat cerita langit dalam senyum malam sang kelelawar
Meliuk arak canda di sela ranum dan segarnya aroma musim buah
Tengadah mengeja tarian awan dalam gelap warna menghalau terang bulan
Kata tak pernah sampai berujung kala bayu pun menari dalam arakan awan gelap
Melebar siluet bagai mengurai gelap malam berpanggung langit yang setia berdiam
Tinta tertumpah dalam lubang-lubang gelap di balik kaca merupa bening embun

Tak tampak gigi tajam merobek kulit buah luluh lantah berserak menebar memar
Enggan berkisah kala sayap kecil mengusik pandang mengiring barisan semut melingkar debu
Cerita malam punya cara bagi nikmat hisapan kelelawar berliur memangsa segarnya alam
Menumpahkan seruan malam yang tak berbekas bagai menyalaknya penjaga malam berbulu
Kutulis yang tak tampak agar  ada waktu bagimu tak berpikir tentang cinta malam walau sejenak
Kutebarkan saja kata tak bermakna ini bagai sepahan usai pesta moncong-moncong bergerigi tajam

Ah sudahlah sobat,
biarlah sisa malam dalam guratan-guratan cahaya rembulan yang kadang tampak bersembunyi
Tintaku tak akan habis mengalir padamu oleh kisah malam yang kadang tak tampak dan senyap
Biarlah waktu memilihkan caranya menyapa dengan hangat dan mungkin paling indah untuk kita

Tetaplah sobat,
Tampak dan tak tampak kita beriring dalam cerita anak belantara yang sedang belajar berdiri
Untuk melangkah dan menatap luasnya pandang sejuk alam penggoda sang petualang cinta

Salam Rindu Sahabat Hati





Bisa Dimana Saja

Darimana aku mengenalmu
Darimana kamu mengenalku
Biarlah sebagai penanda untuk bisa melekat
Mungkin itu adalah awal
Bisa ditengah ketika kita memutarinya
Mungkin disana pertemuan awal dan akhir kita
Harum dan wangi caramu hadir
Memberi kesegaran pada hatiku
Kesegaran dan kelegaan pada nafasku
Kepul asap harapan yang melegakan raga
Hidangan yang menguatkan langkahku
Sapaan yang meyakinkan aku
Menyatu dalam sapa indah hati dan jiwa
Tak ada kekejaman pada keindahan
Juga pada nikmat dan tenaga
Yang telah menyentuh hidupku
Untuk melangkah bersamamu
Tempat aku mengenalmu
Tak akan membiarkan cerita berlalu
Ia tetap teman setia dalam cerita
Merangkai kisah cinta kita
Untuk semakin bermakna.


Salam Rindu Sahabatku

Bentuk Sesaat...

Diambilnya dua lembar daun  Di pinggir telaga  Bening di musim ini  Seraya membiarkan kedua kakinya  Terjuntai di dalam air  Kedua tanganya ...