Alun-alun menjadi landas
akhir kita pernah berpisah dalam keharuan ditengah bising malam yang berangsur
mendingin diguyur gerimis yang semakin mengencang menderas telah menjadi
usang bagi kita untuk dikenang lagi.
Namun ujung-ujung lidah
itu datang mengatasnamakan kuasa tak bernama menyalakkan suaramu beriring legam
gundala bergambar maksiat cecurut-cecurut menggerayangi seisi comberan
perkotaan.
Tunduk seraut wajah
enggan beranjak mengeja nafas terdalamnya bak sedang mengais beribu mantra yang
telah usang dan lama ditinggalkan. Tunduk kerentaan itu mengusap keriput tanpa
geming atau memiringkan pandangan pada sapa pengundang bagai tak dikenalnya
lagi.
Utuh tanpa apa lagi
ingin dibuat agar kerasnya benturan-benturan itu diberi arti tak lebih dari
sejarah penyumbang penyakit dan derita yang digoreskan panjangnya pahit
pertempuran memperebutkan cinta.
Nanti atau esok
sekerumun penanti jawab mendaras puja bagai kecewa kala pandangan itu membalik
arah tuju yang tanpa pernah diduga oleh semua pujangga dan pemantra yang
hinggap pada kuasa pemangku titah.
Tempat dimana engkau
bertemu penjagamu yang tak akan pernah berada di depanmu tanpa ada titah dan
kuasa yang hanya diperuntukkan dalam wejanganmu yang sangat sakral dan istimewa
itu.
Umbarlah segala niat
baik dimana kamu telah membulatkan tekat termurnimu dari kedalaman rasamu tanpa
menyebut penuang tinta ini memang tertuju padamu yang dengan atau tanpa tujuan
telah menalikan arah mata pada salah satu bagian maksudnya.
Nampak sambil lalu dan
tanpa tuju yang kau buat hingga pada bagian kata apa pun engkau telah tertuju,
sebenarnya engkau tidaklah sedang melihat bagian yang bukan benar dari dirimu
yang sebenarnya.
Jauh dan dari ketinggian
bayang masa lalu yang masih kau simpan tidak seutuhnya akan membebaskan
cengkerang bayang yang menyelimuti dan terkadang mengungkung langkah dan jalan
pikirmu.
Ini adalah suara
kebebasan yang tak usah pikiran kecilmu mengeja jawab dan ingin murka tanpa
sebab yang akan menyianyiakan tenaga terbaikmu hingga malam semakin larut dan
gelap membawamu semakin tak mengerti cara memberi jawab yang berarti.
Nuansa yang tercipta
akan beriring utuh menyatu menghmpirimu dalam pesan dan jawab diremang kejauhan
terlepas dari cara pertempuran usang tak terwariskan dengan sendirinya untuk
mengobati kepiluan kesendirian di tempat asing dan keras bagi kehidupan para
penerus itu.
Embun-embun mungkin akan
meneteskan bukan hanya air dingin dan sejuk seperti kita pernah menghisapnya
menjadi pelepas dahaga kita kala itu namun deras arah guyur bisa dibuat
melebihi yang lain tanpa harus lagi bertanding kuat kanuragan hingga
berdarah-darah demi sesumber yang menghentikan sesumbar para pendekar yang
mangkir dari mimbar penguasa langit.
Simpan jawabanmu
ditempat yang paling dalam karena tuangan ini akan mererima dengan sendirinya
kumuran semu yang membius cara berpikirmu yang telah tercemar oleh jaman yang
memutarbalikkanmu.
Isi saja setiap
rongga-rongga langkahmu dengan kenyamananmu yang bertaut dengan kenyataan
terdekat tanpa harus membalikkan pemikiran terlalu jauh dipenuhi prasangka
sendiri yang menyesat.
Sebatas apa barisan
cerita jauh berpisah tak ada dalam baris pandang yang dapt engkau mengerti
sejatinya karena langit ini tanpa batas haruslah bercerita demikian hingga
semesta tak boleh menjadi cerita diam tanpa kutub dan jenis dimana setiap mata
mampu membeda arang langkah.