Berhenti sejenak
Ia mengirup nafas panjang
Sebelum tuturnya bersambung
Kau mampu tak sekecil itu melihat
Ia adalah cerita usang yang tentu
Tak akan terulang dengan sama saja
Jaman punya cara mengungkapnya
Jaman pula telah menabur pranala
Bersamaan dengan adab yang dibaca
Oleh mereka yang terpilih dan hati terbuka
Muslihat mungkin tidak berarti apa-apa meskipun dapat melukai hatinya
Jangan membenturkan yang kecil
Hingga terkucil dipinggiran dalam kesakitan, kits parang alpha melihat dibelakannya ada keperkasaan yang bersembunyi
Mengamat dengan jeli segala umpat dan membugkusnya dalam ketupat ketupat teranyam dedaunan berbumbu wewangian dan wingit atmosfir untuk dikembalikan keypads sang pemberi umpat atas mama cinta
Memabukkan pengertian ketika waktu teraduk tanpa pilah bagai sambal terasi yang tersaji dari adukan aneka bumbu dan garam cabai dan lainya dalam satu bentuk sajian merangsang meja hidang
Keringat yang tercucur data menumbuk pun sudah tak lagi berkisah
Berpaling sesaat, ia mengarahkan telunjuknya pada batu-batu itu, dan mengangguk -angguk dalam gumamnya yang tak lagi jelas isi tuturnya
Seperti matahari yang selalu mengerti bahwa ia akan tenggelam diufuk barat tanpa kau pinta.